Syahdan, beberapa masa setelah hijriah, kumandang perang
bertiup di barisan kaum muslimin untuk berjihad dalam
perang tabuk. Rasa-rasanya, tak ada yang tak ikut. tua,
muda, semua sahabat rasul berlomba mengambil shaf
terdepan. Cuma, kali ini ada yang aneh. diantara pasukan
muslimin, tak tampak wajah seorang sahabat senior, Kaab
bin Malik muncul hingga berakhirnya perang.
semua bertanya. kemana kau Kaab? bersama dengan beberapa
sahabat yang absen lainnya, ia menghadap rasulullah.
kira-kira, ia berkata,"ya rasulullah, seandainya bukan
kau yang kuhadapi, sungguh aku akan berdalih karena aku
diberikan kemampuan untuk itu. namun aku tak kuasa. aku
mengakui ketidakhadiranku untuk berperang disisimu tidak
ada sesuatu uzur apapun selain menunda-nunda."
Kejujuran Kaab mendapat ujian. sahabat yang ahli berdebat
ini diasingkan dari pergaulan kaum muslim. tak ada yang
mau berbicara dengannya bahkan sekadar isterinya. sampai
-sampai ia berkata,"dunia seakan sempit menghimpit."
namun singkat kata, pada akhirnya Kaab dimaafkan. ia
terbebas dari keterasingan.
Bagaimana dengan orang-orang selain kaab yang tak hadir
dalam peperangan?dalih mereka meyakinkan orang-orang
bahwa karena uzur mereka tidak berperang. mereka
termaafkan tanpa hukuman.
Mereka dijuluki manusia antara, tidak mu'min dan enggan
mengatakan bahwa mereka adalah kafir. Dahulu sifat ini
mulai menjangkit tatkala kaum muslimin hijrah ke Madinah.
terdapat fenomena dimana orang-orang yahudi menjadi
muallaf demi tujuan mendengar strategi kaum mukmin. cuma
setelah kembali kepada kaumnya, mereka kembali menjadi
Yahudi.
kalau mau jujur, sifat antara' yang dalam bahasa kuran
disebut munafik ini sungguh sering kita temui di sekitar,
dalam berbagai tingkatan.
sederhana saja, lihatlah seorang Ketua DPRD SUMUT yang
baru saja tewas di keroyok massa di Medan sana. Almarhum
Abdul Aziz Langkat tewas dikeroyok tatkala memimpin
sidang paripurna.
ketika itu,massa atas nama demokrasi beranjak masuk ke
dalam gedung untuk memaksakan adanya pemekaran di wilayah
mereka. bagi mereka, prinsip demokrasi nomor satu adalah
suara terbanyak. Logika sederhananya adalah bukankah
suara rakyat Tapanuli yang banyak itu sudah mewakili
prinsip tersebut? Lucunya, para pengusung prinsip
tersebut lupa bahwa dalam demokrasi, ada pula prinsip
representasi dimana suara mereka diwakilkan oleh para
wakilnya di parlemen berdasarkan pemilu. dengan
memaksakan suara mereka terlebih sampai menyebabkan wakil
yang mereka pilih sendiri tewas, tidakkah mereka
berkhianat terhadap prinsip yang mereka usung sendiri?
mungkin, kita semua rindu terhadap kepribadian seorang
kaab yang mengatakan sesuai dengan apa yang ia lakukan.
wallahu'alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar