Selasa, 22 Juli 2008

Surat

annalies yang baik..mungkin aku rada gila, ingin bertemu dengan mu, bagaimana dengan kasihmu, minke si wartawan pejuang?

sebenarnya, ada beberapa hal yang ingin kusampaikan..Mungkin tidak seperti apa yang minke ceritakan, tentang gagahnya Bung Karno ketika mengoyak nyali penjajah di hadapan para juri..dalam Indonesia Menggugat..atau tentang keluhannya tentang seorang puteri bromocurah yang menjadi korban perkosa si tuan tanah laknat..
aku tahu.. kisahnya gagah berani.kau pun bergidik sesaat sebelum memberi nasihat..itu aku tahu,

ceritaku ini adalah keluhku tentang penaku saat ini, yang sudah mulai tumpul, genit dengan duit, dan selalu berwajah manis dan acuh ketika kawanmu, si lemah itu berteriak..
Tempat ini adalah tempat yang berbeda..tidak ada yang perlu lagi dibela..karena para pembacaku, semua kegemukan, berat dengan uang.

Barusan saja, tadi siang, aku bertamu ke salah satu acara gawean bank asing ternama di negeri ini. bukan main mewah. dalam acara itu, ada ratusan orang kaya yang pusing, bagaimana menginvestasikan duit yang sudah sangat berlebih di tengah kondisi saat ini. Mereka bertanya mau jual atau beli..

sepulangnya aku.. tanpa sengaja menubruk anak kecil, tingginya sedada. dia berlari, tertawa,tanpa alas kaki. dia kurus, hitam, mengejar layang-layang. Mata ku berkeliling, kullihat rumah-rumah kumuh, masih berjajar di sela gedung megah kawasan sudirman.

Aku merenung, berujar..bukankah untuk mereka pena ini ku isi tinta? bukankah mereka yang telah membesarkanku dengan norma, lalu, mengapa?

Annalies yang baik, semoga kau mendengar risauku