Rabu, 31 Desember 2008

gaza


tiga millenium lalu,tepatnya limabelas abad sebelum masehi. setelah 300 tahun berlalunya penjajahan Mesir, penduduk palestina yang merupakan nelayan menghuni sebuah kota. 

gaza menjadi pusat yang penting bagi pentapolis palestina (liga 5 kota). Disanalah pahlawan yang tertera dalam injil, Samson dihancurkan ketika jatuh dari kuil dewa Dagon. karena posisi strategisnya di Via Maris, jalan pantai kuno yang menghubungkan Mesir dengan Palestina dan tanah dibawahnya, gaza mengalami sedikit kedamaian, yang membawa kesuksesan terhadap raja daud dan kepada penduduk assiria, mesir,babilonia dan persia. 

alexander yang agung pun menemui pertahanan yang sulit disana. lalu, setelah menaklukkannya, ia menukar daerah taklukannya menjadi perbudakan. melalui cerita ini, dapat diketahui gaza adalah daerah perdagangan.dalam masa Yunani dan Romawi, pelabuhan terletak sekitar 3 mil dari kota yang dinamakan neapolis. 

635 setelah Masehi, kaum arab mengambil alih Gaza, dan menjadi kota umat islam. gaza merupakan tempat bersejarah yang penting bagi umat islam karena terdapat situs pemakaman kakek buyut Rasulullah Saw, Hashim ibn Abd Manaf, dan tempat dilahirkannya imam syafii(767-820)
setelah saladin mengalahkan pasukan salib dalam peperangan Hattin (1187),Gaza berada dalam genggaman kaum muslimin hingga di masa Kerajaan Turki Ottoman di abad 16. pada perang dunia 1, Gaza dipertahankan mati-matian oleh Turki.

setelah perang, gaza menjadi bagian daerah palestina.

Selasa, 30 Desember 2008

tentara


seorang pemateri hari ini berbicara tentang pemimpin. menurutnya, negeri kita tercinta saat ini sudah terlalu lupa akan arti padanan kata imam itu. kultur pun mati. orang-orang berebut cuma ingin menjadi makmum. kalaupun imam, dia adalah imam yang tidak mulai dari awal, tetapi dari makmum yang kebetulan ada di belakang imam. dia kecewa, frustasi, jengah. mungkin karena dia praktisi sehingga merasa pantas untuk kecewa. pemimpin negeri ini sudah terlalu lembek. tidak punya izzah. harta negara dijual,digadaikan.  integritas adalah utopia. mulut terlalu busuk dengan janji, sumpah dan kosong. 
jadilah dia seorang fatalis. .. ia menafikkan pemilu, menghinakan demokrasi, dan bertindak golput. karena menurutnya, jika golput naik ke singgasana, maka akan terjadi revolusi sehingga menaikkan militer sebagai pengganti menurutnya, itulah solusi. ketika tentara yang memegang kekuasaan maka warga bisa didisiplinkan, bisa dikader menjadi pemimpin. ia beralasan.. tentara adalah anak bangsa yang punya sistem kaderisasi paling mumpuni. mereka cerdas, tangkas, dan loyal. suatu hal yang jarang dimiliki oleh kaum sipil..
well..aku mendesah, bingung harus bilang apa..ternyata, kharisma juga bisa mematikan mulutku yang berbisa..setelah berjalan sejenak menenangkan pikiran, otakku yang lamban ini berujar..tentara? bukankah mereka lebih terbiasa menggunakan senjata daripada menggunakan otak?lihatlah sejarah bung. betapa Jenderal Soeharto membunuh setengah juta kader PKI dan simpatisannya, membunuh orang-orang Talangsari di Lampung sana, membunuh muslim Tanjung Periuk, membunuh orang Aceh, papua, timor-timur..kerjanya kan satu..membunuh..karena mereka memang dilatih untuk bertempur,dibayar untuk berperang. kalau mereka menjadi pemimpin negara, kasihan rakyat yang lemah tanpa senjata. karena..sederhana saja persoalan sebenarnya.. orang yang terbiasa memegang senjata sementara orang lain tidak, cenderung merasa kuat, orang merasa kuat cenderung merasa sombong sementara orang sombong cenderung menjadi tiran..babat sini,babat sana, tanpa pertimbangan..katanya,"banyak tentara yang sudah mendapatkan pencerahan." Ok, tapi ini tentang masalah kultur, kultur untuk memegang senjata, kultur merasa lebih kuat dari orang biasa yang akan melahirkan manusia-manusia baru yang berjuluk feodalisme. 

aku pun berdoa ringkas : "semoga tentara tetap di barak mereka.."


Minggu, 28 Desember 2008

diam

Belum lagi fajar baru hijriah menyapa. Lembayung mendung telah menyapu lagi cerahnya langit saudaraku,saudaramu..yang mengucap satu syahadah. Tahukah kawan? mereka saat ini tengah jengah meratap langit.menunggu uluran tangan orang yang mengaku saudara itu untuk datang, kalaulah tidak, cukuplah berteriak. katakan kepada mereka...kami sedang diserang.
280 orang mayat bergelimpangan. itu baru yang terhitung, belum yang masih tertimpa reruntuhan, dibalik bangkai mobil atau yang sekarat di tenda pengungsian.
sirine ambulance terus berteriak, menjadi juru bicara para korban terserang.
pemimpin-pemimpin dunia arab pun kebakaran jenggot. katanya, mereka akan membahas serangan prajurit Israel itu ketika pertemuan Liga Arab di Oman sana. baguslah, setidaknya ada yang dibicarakan. hargailah usaha mereka yang beragenda, membahas kecaman demi kecaman. Tidak perlulah capek-capek datang ke bumi gaza mengirim pasukan bersenjata atau menerbangkan roket-roket penghancur ke Israel hina. Bukankah kami antiteroris, antikekerasan?gerakan anti kekerasan hanya mengenal satu bahasa, diplomasi tanpa kecuali. Suara yang nyaris tanpa arti diantara regangan nyawa terus berlomba.

Lalu, apa yang bisa kita lakukan?
setidaknya..berdoalah sebelum tidur..
semoga teriakan-teriakan itu tidak mengganggu nyenyaknya tidur kita..


Sabtu, 27 Desember 2008

karma


Pagi yang sibuk di bawah atap jembatan layang pasar minggu. seorang lopper koran tengah asik menunggu para pelanggan sembari menceritakan headline beberapa surat kabar. Tuhan yang Maha adil pun mengutus seorang pengendara motor ibukota untuk memanggil namanya,"bang, ada Koran Tempo?" "ada" "berapa bang" "2.500" "biasanya 2000" "kalo 2000 ga dapat" "ya udah ga jadi deh". seloroh sang utusan sambil pergi berselonong ria mencari koran berbanderol lebih murah. Lopper yang tertinggal di belakang, diam, menatap keras dan pergi mencari utusan Tuhan lainnya yang mungkin saja mau membeli untuk harga yang sedikit lebih mahal.

 

Pagi itu bukanlah pagi yang biasa, terutama bagiku. maklum, jatahku untuk presentasi materi  lumayan berat, laporan keuangan. Tahukah kawan? Walau berat, ada satu yang menarik dari materiku pagi ini, mudah dibicarakan tapi sulit dilakukan. Perkaranya lagi-lagi mengenai budaya. Alih-alih memecah alokasi anggaran keuangan sendiri, memisah uang pribadi dengan kas usaha saja sulit

 

Namun demikian, aku melangkah. Walau tidak ringan, aku optimis yang disertai sedikit kekhawatiran bahwa kelas hari ini akan lebih panas lagi dibandingkan dengan diskusi hari-hari yang lalu. Jangan-jangan, malah aku yang tidak bisa menjawab pertanyaan kawan-kawan.

 

Hmm, Cuma, tebakanku kali ini meleset. sekali lagi, akuntansi membuktikan diri sebagai jurus terampuh untuk membuat diam orang-orang, termasuk kelasku. Ruh diskusi disertai debat yang sudah menjadi adat di kelas kami mendadak pergi tanpa pesan. resume balance sheet yang kuukir di papan, luntur tanpa ada yang memperhatikan. Batinku berkata, "ah..lagi-lagi presentasi yang kurang jelas." Ujarku lirih.

 

Syukurlah, di tengah-tengah kejengahan, acungan tangan penyelamat dari seorang kawan memberi harapan. “ah, ada respons,”tuturku.  Ia  berkata lantang."Saya rasa langsung saja, apa yang bisa kita lakukan saat ini untuk bisa menghasilkan uang."tegas Azis, peserta dari Sibolga.

 

Dahiku mengerenyit. “kenapa bukan tanya soal laba rugi atau utang? Atau jangan-jangan.” Setan di sebelah kiri berbisik perlahan memberi imbuhan tambahan,"sesuatu yang buruk akan segera terjadi."lirihnya.

 

Usulan pun datang bertubi-tubi. dari yang paling abstrak hingga usul terkonkret. Mulai membuat CV, outbond sampai jualan botol minuman. Aku diam.

Maka, palu pun diketok. Kami semua harus turun ke lapangan jualan mencari uang. Aku tetap diam.

 

Memang, sudah hari ke delapan, kami para peserta Social Entrepreneur Leader (SEL) Dompet Dhuafa terkungkung dibalik tembok kelas yang suka berpindah. selama itu pula kami dijejali berbagai materi kewirausahaan dari motivasi hingga akuntansi. Maka, wajarlah kalau saatnya untuk beraplikasi. 

 

Cuma, setan rupanya belum berhenti berbisik."hai abi, selamat. Hari ini kau akan menjadi sales. mampuslah bila mantan teman sekantormu, alumni sekolahmu, dan semua orang yang mengenalmu melihat engkau berjualan di pinggir jalan."ujarnya. hheh..aku menghela napas mencoba tenang sembari menimbang-nimbang. Dalam kegalauan, malaikat berjubah putih dengan wajah manisnya mengetuk-ketuk telinga kananku. suaranya tak kalah merdu."Bangunlah kau pemberani, hancurkan dinding sombongmu dan tataplah matahari."aku tetap diam tanpa keputusan. 

 

Aku ingin menolak cuma terlampau lambat. Palu sudah diketok, keputusan telah dibuat. Pemimpin kami, Mbak Tatik pun mengeluarkan Surat Keputusan. Dua jam ke depan, kami akan berjualan popok bayi dan air mineral. Setan yang sejak tadi berbisik suaranya perlahan hilang. Rupanya, ia cukup tahu diri bahwa di negara demokrasi seperti Indonesia ini, voting menjadi kekuatan. Genggam tangannya yang sejak tadi menarik tangan kiriku pun lepas, kalah oleh 19 orang kawan-kawan lantang yang segera menarik tangan kananku untuk sesegera mungkin berpindah kutub.

 

Kontan, kuraih jaket kebanggaan, kugemblok tas hitam dan kutenteng barang dagangan. Niatku  satu, belajar mencari uang.

 

seratus meter dari lokasi pelatihan : "pak aquanya pak, dua ribuan,"ujarku. sial. orang pertama yang kutawari sudah memegang botol minuman yang sudah berisi setengah. sembari menunjukkan botol kebanggaannya, sang bapak berujar,"sudah ada."

 

Orang kedua, orang ketiga, keempat, kelima hingga mencapai deret ukur yang ke tiga kutemui, kutawari, kurayu agar mau membeli satu dari lima botol air mineral tentengan. cuma jawabannya semakna walau kini sudah bertambah nada, "gak bang." Walau kecewa, setidaknya ada yang tidak membawa botol minuman. Setidaknya lagi, hasil risetku tadi membuktikan demikian. 

 

beruntung, aku tidak sendiri. ada bang aziz sang pembuat masalah yang menemani. Tahukah kawan? di tengah kondisi seperti ini  keberadaan seorang teman sangat berarti sebagai stimulus pembesar energi. Hasilnya, kata gagal pun menjadi lebih mudah untuk dilupakan. 

 

Di tengah jalan, kami  melakukan diskusi kilat yang berbunyi seperti ini,"bang bagaimana kalo kita ke pasar rebo" "oke, nanti dalam perjalanan pake bis, kita bisa jualan." aku bergumam, asik juga yah kalau diskusi tanpa debat kusir yang membuang banyak tenaga. Lebih efisien.

 

 Waktu menunjukkan jam 10.00. aku bersyukur ,”setidaknya laku dua,”ujarku. kutemui bang azis dan rehat sejenak mengumpulkan tenaga. “ah abang sudah laku lima,”tukasku. Kami pergi menawari lagi khalayak yang lalu lalang yang tak sempat lagi kuhitung. Lupa sudah hitungan deret ukur yang sejak tadi kucoba ingat demi menghargai fibonacci.

 

Sesuai usul bang azis, aku mengubah strategi. Harga satu botol minuman aqua kubanting sampai Rp.1500.  supaya lebih mudah, aku pun berkelakar, Rp.3000/2 deh bang.

 

Energi ku bangkit. Agar lebih dahsyat, kuingat-ingat apa kata pak sapardili dulu waktu hari kedua pelatihan. “anda mau melompat atau melangkah?” melompat jawabku semangat. Aku pemberani yang suka resiko, batinku.

 

Maka, satu persatu bis kunaiki, mobil-mobil kuhampiri, halte bis ku sambangi demi menghabiskan botol-botol aqua yang tersisa.  Keringatku meleleh, suara mulai habis. Tapi langkahku tak mau berhenti. Aku yakin, entah pegawai bank, mantan teman sekantor, atau tetangga yang kebetulan lewat akan membeli, walau sekadar faktor kasihan. Bukankah harga aqua ku lebih murah dibanding bila mereka beli di warung? Bukankah Pasar Rebo adalah daerah yang sering kulewati? bukankah aku yakin?

 

Tapi hipotesaku gagal. Teoriku batal demi hukum. Entah sudah berapa gelengan kepala yang menyertai lima jari  dan berbagai ekspresi menolak lainnya menampar mukaku.

 

Kok gak ada yang beli yah? Tanyaku. Aku pun rehat sejenak. Kini, orang lalu lalang kuhampiri kembali. Kutawari satu persatu dengan senyum teramah yang kumiliki, dengan harga terbaik yang bisa kuberikan, tentunya plus iming-iming permen sebagai bonus untuk para pembeli. Cuma, mereka rupanya satu bangsa dengan orang-orang dalam bis dan kendaraan tadi, bahasanya pun sudah pasti satu.”engga bang.”

 

Tigapuluh menit berlalu. Demi mengusahakan waktu tersisa untuk menawarkan barang, kami sepakat untuk berjalan. Di tengah perjalanan, aku melihat seorang loper koran yang sibuk menawari barang dagangannya. Memoriku kembali kepada kejadian di dua jam yang lalu. Jembatan layang Pasar Minggu. Gumamku pun satu. Ternyata, aku telah mendapat karma. 

Jumat, 26 Desember 2008

Gubernur Zengi


Mendadak, aku merasakan dentuman meriam, kilatan pedang dan teriakan takbir pasukan muslim pada abad pertengahan sana merasuk ke dalam tubuh, mempercepat degap jantung sampai-sampai bulir keringat mengucur tanpa terasa. Ketika tuanku, yang mulia zengi memutus rantai kemalasan kaum muslim yang enggan beranjak dari tempat tidurnya untuk bangkit mengusir kaum frank yang telah menjarahi satu demi satu kota muslim.

 

Telinga kita mungkin sudah begitu akrab dengan Sultan Salahuddin Al Ayyubi atau di barat lebih dikenal dengan Saladdin, yang dipuja oleh sahabat dan musuhnya.  Satu adegan menarik dalam film Saladdin yang mengundang simpati adalah ketika tuanku datang ke kamp musuh untuk menjadi tabib bagi Richard si hati singa yang terluka terkena panah.

 

Lalu siapa pula Zengi? temans mungkin belum begitu mengenal penguasa muslim yang satu ini. Nama lengkapnya, Imaddudin Zangi ibn Aq Soqur. Dia adalah penguasa Iraq, putera dari Gubernur Aleppo.  Selintas predikat zengi memang membuat kita bertanya-tanya : mungkinkah dia muslim dari Jepang?

 

Dia bukan tokoh anime kawanku. Zengi adalah seorang penguasa Irak yang lahir di abad pertengahan, Mosul, 1084. Salah satu Gubernur dari dinasti Saljuk ini merupakan tokoh penting dalam kebangkitan muslim setelah selalu kocar-kacir oleh pasukan salib pada awal abad ke 11.

 

Terang saja namanya diberi predikat ‘penting’. Tarikh menjelaskan Zengi berhasil merebut Kota Edessa di Yunani pada tahun 1144 yang dikuasai oleh kaum kristen Armenia. Ekspansi militernya menjadi begitu penting lantaran kondisi masyarakat muslim yang pada waktu itu seringkali berkutat pada isu kelokalan dan terlalu sibuk memerangi satu sama lain. Mereka tidak peduli dengan kedatangan kaum frank (kristen) yang perlahan-lahan menguasai kota-kota muslim. Bahkan, mereka menjadikan kaum frank sebagai sekutu untuk melakukan ekspansi atau mempertahankan kekuasaan terhadap sesama muslim sendiri.

 

 Lihat saja Antiokhia yang jatuh pada Juni 1098, Iznik pada 1097 dan klimaksnya ada pada Yarussalem yang direbut pada 1099. Semua kondisi ini tidak ditanggapi serius oleh kaum muslim. Penguasa Suriah malah asik berebut tanah-tanah sempit yang ada di kawasan itu. Belum lagi pertikaian antara Dinasti Saljuk Turki berpaham Sunni dan Dinasti Ismailiyah Mesir yang menganut syiah pada awal abad ke 11.

 

Di tengah kondisi saat itulah Zengi hadir. Ia ditugaskan oleh sultan saljuk untuk mengalahkan pasukan salib di Adessa. Ia patuh, dan dengan kekuatannya ia pun dapat merebut Adessa yang menjadi titik awal percikan cita-cita muslim untuk merebut Kota Yarussalem. Semangat jihad pun perlahan menyala menjadi bara yang kian memanaskan muslimin untuk merebut kota suci, Yarussalem.  

 

Namun, cita Zengi untuk memelopori kebangkitan islam dengan menyatukan Suriah sebagai langkah awal, kandas. Ia mati di kemahnya, dibunuh seorang budak.  Citanya dilanjutkan puteranya, Nuruddin yang terus menghembuskan ruh jihad ke dalam diri penduduk muslim. Hasilnya, seorang putera Kurdi, Saladin, berhasil mengibarkan panji islam di Yarussalem pada tahun 1187.

 

Ada kontroversi dalam dirinya. Ia disebut otoriter dan tiran, ia pun mati dalam kondisi mabuk di tangan seorang budak yang hina. Seorang penulis sejarah Aleppo (sekarang Damaskus) Ibn al-‘Adim menulis “ketika zengi berada di atas punggung kuda, para pasukan biasanya berjalan dibelakangnya seakan-akan mereka di antara helai benang, karena takut mereka akan menginjaknya... bila ada orang yang memutuskannya, ia akan binasa.”

 

               Bagaimana pun, kehadiran Zengi tak dapat lekang oleh waktu. Namanya terlanjur besar bagi pengagum dan kritikus.